nusakini.com-Jakarta- Angka kematian ibu (AKI) di Kota Gorontalo pada tahun 2016 menempati urutan kedua di provinsi tersebut. Ironisnya, sebagian besar kematian ibu terjadi pada kehamilan pertama (Primigravida). 

Penyebabnya antara lain layanan kesehatan reproduksi yang belum maksimal, penyakit penyerta yang tidak terdeteksi, kunjungan ibu hamil tidak sesuai standar Antenatal Care (ANC), hingga pola pikir masyarakat yang belum sadar akan pentingnya persiapan pranikah. Menyadari keterlibatan pemerintah yang masih belum optimal, Pemerintah Kota Gorontalo menghadirkan inovasi Tanda Aman Calon Pengantin (Tancap Nikah) untuk memberikan layanan kesehatan yang komprehensif sejak sebelum menikah. 

"Program kesehatan ibu dan anak harus dimulai dari hulu, yakni sebelum perempuan menjalani proses kehamilan. Untuk itu muncullah ide gagasan bahwa calon pengantin (catin) yang akan memasuki gerbang pernikahan harus dipersiapkan secara fisik, mental, dan spiritual melalui Tancap Nikah," ungkap Wali Kota Gorontalo Marten Taha dalam presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2020 yang digelar oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) secara virtual, beberapa waktu lalu. 

Terobosan ini dilakukan kepada pasangan catin untuk menerima layanan kesehatan yang komprehensif berupa pemeriksaan fisik dan antropometri, pemeriksaan laboratorium untuk deteksi anemia, HIV Hepatitis B, infeksi menular seksual, serta diabetes. Selain itu, juga diberikan konseling dan suntikan Tetanus Toksoid (TT) bagi catin perempuan untuk mencegah Tetanus Neonatorum. 

"Adanya inovasi ini membuat bidan puskesmas sudah memiliki data awal status kesehatan calon ibu yang kemudian dipantau oleh bidan kelurahan dan kader kesehatan," terang Marten. Untuk diketahui, seluruh proses dalam inovasi ini diberikan secara gratis tanpa dipungut biaya. 

Tancap Nikah dilakukan mulai dari pendaftaran catin di kantor kelurahan untuk mendapat formulir N2 (surat permohonan kehendak perkawinan) yang ditujukan ke KUA/lembaga agama non-muslim serta surat pengantar ke puskesmas untuk mengikuti program ini. Setelah rangkaian kesehatan dijalankan, pasangan catin mendapat surat keterangan dari puskesmas sebagai syarat administrasi pernikahan. 

Selanjutnya, catin mengikuti bimbingan mental spiritual, pemahaman, dan tanggung jawab sebagai orang tua kelak yang dilaksanakan di KUA/lembaga agama non-muslim. Jika semua rangkaian telah dilaksanakan, pasangan catin akan menerima sertifikat Tancap Nikah yang ditandatangani oleh Wali Kota Gorontalo dan diserahkan saat ijab kabul atau resepsi pernikahan. "Pada kondisi tertentu akan diserahkan langsung oleh Wali Kota," ujarnya. 

Sejak diterapkan pada tahun 2017, Tancap Nikah telah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Angka catin yang meningkat untuk memeriksakan diri ke puskesmas meningkat dari 387 di tahun 2016, tercatat pada tahun 2019 meningkat menjadi 1.295. 

Angka AKI dan AKB pun menurun drastis. Jika dibandingkan dengan 100.000 kelahiran hidup (KH), pada tahun 2016 AKI mencapai 249,1, namun di tahun 2019 angka tersebut menurun menjadi 73,1. Sedangkan AKB dari angka 11,2 di tahun 2016, menjadi 7,6 di tahun 2019. Angka stunting pun turut menurun dari 36,1 di tahun 2017, menjadi 9,7 di tahun 2019. 

"Keberhasilan inovasi ini akibat keterlibatan lintas sektor yang saling bekerja sama, dari tingkat kelurahan hingga kecamatan. Mulai dari KUA, puskesmas, dinkes, dan dukcapil, semua berperan dalam terobosan ini," terang Marten. 

Untuk itu, kedepannya inovasi ini akan terus dikembangkan. Pada tahun 2018, inovasi ini dikembangkan oleh Kanwil Kementerian Agama melalui Kursus Calon Pengantin (Suscatin). Menurut Marten, Tancap Nikah nantinya akan menambah pemeriksaan untuk deteksi Torch, yakni virus yang menjadi pencetus terjadinya keguguran di masa kehamilan.(p/ab)